Tradisi Membunyikan Meriam Bambu Atau Petasan, Ternyata Sudah Ada Sejak Ratusan Tahun Lalu
Mungkin sebagian orang tidak mengetahui, bahwa tradisi membunyikan petasan tidak hanya di zaman sekarang. Ternyata tradisi ini sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Tradisi membunyikan meriam bambu atau meriam pohon kelapa pada bulan Ramadhan, telah dilakukan oleh umat Islam di Kalimantan bagian selatan, mulai Banjarmasin hingga ke Hulu Sungai.
Namun pada zaman sekarang, seiring perkembangan jaman tradisi tersebut mulai digantikan dengan membakar petasan pada setiap malam hari. Dan mesti diketahui membakar petasan apapun alasannya tetap dilarang.
Kendati demikian, berdasarkan kalangan tertentu, ternyata larangan itu tidak berlaku di bulan Ramadan, dengan alasan, untuk menyemarakkan suasana Ramadhan.
Meski diketahui juga, jika larangan membuat keributan di Bulan Ramadan juga sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu.
Dilansir IniSumedang.Com
dari kesultananbanjar official, noktah sejarah telah menuliskan bahwa petasan dilarang di se-antero Kesultanan Banjar. Hal ini sesuai dengan Titah Sultan Adam untuk Larangan Membuat Keributan di Bulan Ramadan yang ditulis dalam sebuah prasasti yang bernama “PRASASTI ULIN”
Sultan Banjar yang memerintah tahun 1825-1 November 1857, melarang petasan di bulan Ramadan
Dalam “Prasasti Ulin” sendiri
tercatat nama Sulthan Adam Al-Watsiq Billah bin Sultan Sulaiman Saidullah II, Sultan Banjar yang memerintah tahun 1825-1 November 1857, melarang petasan di bulan Ramadan.
Saat itu, Sultan Adam Al-Watsiq Billah bahkan membuat prasasti pengumuman yang dibagikan ke setiap kampung. Prasasti ini dipahat diatas kayu ulin. Berisikan larangan membunyikan petasan dan membuat keributan pada bulan ramadan.
Bukti sejarah yang ditulis pada permukaan kayu ulin ini, ditulis dengan huruf arab melayu (Jawi) yang menyebutkan bahwa pada bulan ramadan/puasa dilarang membunyikan dum-duman, petasan dan sejenisnya, karena dianggap akan mengganggu umat yang sedang beribadah.
Dan hingga saat ini, Prasasti tersebut masih terdapat di koleksi Museum Negeri Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Pembuatan prasasti tersebut mengindikasikan bahwa sebagai seorang penguasa, Sultan Adam dikenal sebagai Sultan yang keras dalam menjalankan ibadah Islam dan dihormati oleh rakyatnya. Beliau pula merupakan salah seorang Sultan yang sangat memperhatikan perkembangan Islam di Kalimantan.
Nah, itulah sejarah tentang tradisi membunyikan petasan ataupun meriam bambu di zaman dahulu. Dan ternyata sejak zaman dahulu juga pelarangan untuk membuat keributan seperti membunyikan petasan ataupun meriam bambu itu sudah ada, dan tercatat dalam prasasti bersejarah.
Di zaman sekarang, pelarangan itu tetap berlaku. Namun, meski sudah dilarang berbagai pihak, tradisi ini masih tetap ada.
Leave a Reply