Keris Jangkung Pamor Wos Wutah Pengging Sepuh

Keris Jangkung adalah sebutan keris yang mempunyai luk 3, sedangkan dhapur keris jangkung ada beberapa jenis. Jangkung berasal dari kata “njangkung” yang memeiliki arti pengayom dan perlindungan, “jinangkung” yang memiliki arti “dimudahkan dan tercapai”.

Dengan demikian keris jangkung ini memiliki sebuah pesan yang tersemat untuk mengingatkan kepada sang pemilik keris agar selalu dimudahkan urusanya dan tercapai cita-citanya, tentu saja tidak lepas dari campur tangan Tuhan sebagai sang pelindungnya.

Filosofi Keris Jangkung

Keris jangkung bisa kita jadikan pengingat bahwa tugas kita sebagai manusia di dunia ini adalah seorang pemimpin (Khalifah). Memimpin sesuai makom yang di amanahkan dari Tuhan Sang Maha Esa, jika masih hidup sendiri bisa memimpin dirinya sendiri, jika sudah berumah tangga memimpin anak istrinya, jika menjadi pejabat memimpin rakyat nya dan seterusnya.

Karena sebagai manusia tidak lepas dari lupa dan lalai untuk berbuat kesalahan, yang seharusnya memegang amanah akan beralih fungsi, tidak menjadi pemimpin yang bisa mengayomi justru malah sebagai kesempatan untuk kepentingan sendiri.

Disinilah peran keris itu sebagai piandel sebagai pengigat kepada si pemilik Keris,

Keris Pamor Wos Wutah atau Beras Wutah adalah salah satu jenis pamor pada bilah keris yang paling banyak dijumpai. Bentuknya tidak teratur tetapi tetap indah dan umumnya tersebar dipermukaan bilah.

Ada yang berpendapat pamor ini pamor gagal, saat si empu ingin membuat sesuatu pamor tetapi gagal maka jadilah Wos Wutah. Tetapi ini dibantah dan beberapa empu dan pamor ini memang sengaja dibuat serta termasuk pamor tiban.

Pamor ini berkhasiat baik untuk ketentraman dan keselamatan pemiliknya, bisa digunakan untuk mencari rejeki, cukup wibawa dan disayang orang sekelilingnya, pamor ini tidak pemilih.

Keterangan Keris

• Kode Keris : KAR
• Dhapur Keris : Jangkung Luk 3
• Pamor : Wos Wutah (beras wutah)
• Tangguh : Pengging
• Warangka : Ladrang Surakarta Kayu Trembalu

Tag koleksi keris era pajajaran, Pusaka Tindih, sejarah budaya